Menolak Merusak Lingkungan Bersama TAN – EUH dan The Upcycling Company #bukainspirasi

Katanya, inspirasi itu bisa datang dari mana saja. Dari buku, lingkungan sekitar, media, dan lain sebagainya. Sering kita tertanam inspirasi dari sosok-sosok besar seperti Mahatma Gandhi, Mother Theresa, Lady Diana, Bapak Presiden Joko Widodo, dan masih banyak tokoh lainnya. Tapi sungguh inspirasi itu tidak melihat apakah sosok tersebut sudah legenda, baru lahir ataupun masih berkembang.

Perkenalkan, TAN – EUH dan The Upcycling Company, perusahaan start up urban yang passionate mengenai lingkungan. The inspirations behind this post.

 

Bercocok Tanam di Jaman Urban Bersama TAN – EUH

TAN – EUH pertama kali didirikan pada tahun 2015 dengan memperkenalkan microgreen yang bisa ditanam, dipelihara, dan disemai untuk kemudian langsung diolah menjadi makanan dimanapun pembelinya berada. Microgreen adalah versi mungil dari sayur-sayuran yang penuh nutrisi dan kaya rasa. Dikemas dengan menggunakan pot atau baki dari kertas/kardus, benih-benih yang akan menjadi tanaman mungil ini bisa dengan mudah ditanam dimanapun. Bisa di rumah, atau untuk kaum pekerja/pejuang hidup di kota besar yang selalu dikejar waktu, di kantor sekalipun.

 

View this post on Instagram

 

A post shared by T A N – E U H (@taneuh) on

Suka atau tidak, bercocok tanam adalah kata-kata yang sulit diimplementasikan oleh sebagian besar kaum milenial, termasuk saya. Selama ini, kegiatan tersebut terdengar rumit dan lebih identik untuk dilakukan di kebun yang besar. Sedangkan banyak dari kita tinggal di space yang terbatas dan bahkan tidak memiliki kebun sama sekali. Dengan membawa ide bercocok tanam di era dan space yang modern ini, TAN – EUH seolah memberi cara bagi kaum urban yang merasa terdesak oleh banyak tuntutan bahwa kita bisa berkontribusi untuk hidup dan lingkungan yang lebih sehat.

 

View this post on Instagram

 

A post shared by T A N – E U H (@taneuh) on

Karena sesungguhnya, apa yang kita makan dan lingkungan hidup tempat kita tinggal adalah dua hal yang saling terkait. Apa yang kita makan menjadi apa yang di-demand pasar, dan kemudian menjadi apa diproduksi masal oleh para pelakon besar. Penanaman jenis tanaman yang sama terus-terusan di tanah yang sama (monokultur) akan menyebabkan nutrisi tertentu terkuras dari tanah, yang pada ujungnya akan membuat para petani untuk menggunakan banyak pestisida dan pupuk.

Fosfor yang terbawa ke sungai dan muara laut akan mengundang banyaknya ganggang untuk tumbuh (algal bloom). Penumpukan ganggang secara besar-besaran pada akhirnya akan membuat kadar oksigen di dalam air akan terkuras dan mengakibatkan adanya zona mati atau dead zone, dimana tidak ada makhluk hidup yang dapat tinggal. Saat ini area dengan dead zone paling besar adalah Gulf of Oman di Timur Tengah, sebesar 63.700 mile persegi (sekitar 164.982km²), yang mana area tersebut sudah lebih besar dari Pulau Jawa (128.297 km²).

Dalam usahanya untuk menjaga kesehatan lingkungan, mengurangi limbah produksi dan menekan jumlah carbon footprint, TAN – EUH juga bekerja sama dengan para petani garam di Amed dan Kusamba untuk menghasilkan garam yang organik dan diolah dengan low-energy. Disana, garam dibuat dengan teknik kearifan lokal yang sudah diterapkan sejak abad ke 16. Metode dan peralatan yang dipakai alami dari sumber daya sekitar yang dijaga dari generasi ke generasi. Sekarang ini, banyak dalam prosesnya pembuatannya garam di-bleaching supaya putih dan terlihat bersih. Padahal proses ini menggerus banyak mineral sehat dari garam.

 

View this post on Instagram

 

A post shared by T A N – E U H (@taneuh) on

Mulai dari digunakannya air laut yang jernih dan bebas polutan sebagai sumber pembuatan garam, penggunaan kayu kelapa dan sinar matahari dalam mengeringkan garam, TAN – EUH berupaya mengedukasi kepada para petaninya bahwa yang mereka lakukan selama ini justru adalah yang baik bagi lingkungan.

 

The Upcycling Company and Wasted Coffee Grounds

Now, speaking out about an issue is a noble thing, but it’s a whole other level when you do something about it. Berawal dari sering ditawarkan untuk mengolah limbah pangan, founder dari TAN – EUH bekerja sama dengan partner-nya yang sama passionate-nya mengenai lingkungan, mendirikan sister company yang dinamakan The Upcycling Company.

‘Upcycling’ sendiri berarti proses merubah produk sampingan, limbah, dan produk-produk tidak diinginkan atau tidak berguna menjadi material baru yang berkualitas untuk nilai lingkungan yang lebih baik. Melalui The Upcycling Company ini, mereka fokus untuk mengolah food waste yang dihasilkan dari industri agrikultur dan Food & Beverage untuk menjadi sesuatu yang ‘lebih’. Tujuan utamanya adalah menekan limbah yang dihasilkan dan menerapkan circular economy (sistem yang restorative dan regenerative, bukan ambil > olah > buang pada umumnya).

 

View this post on Instagram

 

A post shared by The Upcycling Company (@theupcyclingcompany) on

Lalu bisa dimulai darimana dan diolah menjadi apa?

The Upcycling Company memulainya dengan pengolahan spent coffee grounds menjadi bahan bakar. Iya, ampas kopi bekas. Selama ini kita umumnya beli kopi entah di stand kopi susu kekinian ataupun kedai kopi ternama, tapi tidak tahu menahu kemana dan diapakan sampah kopinya. Menurut studi, di kota Sydney sendiri saja, per bulannya bisa menghasilkan 240 kg spent coffee grounds (ampas kopi setelah digunakan) yang mana 93% berakhir di Tempat Pembuangan Akhir. Berdasarkan penelitian ilmuwan teknik pangan dari RMIT University di Melbourne, Australia, sampah kopi ini sangat berbahaya. Bayangkan kalau kita minum 10 cangkir kopi, kita akan merasa hiperaktif. Lalu apa kabar dengan tanaman dan hewan-hewan yang mengkonsumsi segitu banyaknya sampah kopi terus-terusan?

 

View this post on Instagram

 

A post shared by The Upcycling Company (@theupcyclingcompany) on

Secara alami, biji kopi mengandung kadar minyak sekitar 10-15% yang bisa diesktrak dan kemudian diubah menjadi biodiesel.  Sekarang ini, konsumsi energi kita kebanyakan bersumber dari fossil, seperti batu bara, minyak, dan gas alam. Padahal, menurut World Coal Institute, kandungan minyak dan gas alam di tanah hanya akan cukup untuk 42-60 tahun. Pun pemakaian fossil sebagai sumber energi menghasilkan karbon dioksida cukup besar yang akan disimpan di atmosfir kita dan akan berdampak buruk ada bumi tempat kita tinggal ini. Sedangkan, biodiesel hanya memproduksi 25% emisi dari yang dihasilkan bahan bakar fosil.

 

View this post on Instagram

 

A post shared by The Upcycling Company (@theupcyclingcompany) on

 

Pada intinya, memang banyak yang bisa kita lakukan untuk mencegah lingkungan yang kita tempati ini menjadi lebih baik dan mencegahnya menjadi rusak. Tapi apakah kita sudah melakukan sesuatu untuk memulainya? Dengan adanya start up seperti TAN – EUH dan The Upcycling Company yang digawangi generasi muda yang memang peduli dan benar-benar bekerja nyata untuk lingkungan yang lebih baik, saya merasa lebih terinspirasi dan termotivasi untuk upcycle hidup menjadi lebih berkualitas lagi. Demi diri sendiri, lingkungan, dan negara kita tercinta #bukainspirasi

 

 

 


Visit their Instagram at :

TAN – EUH
The Upcycling Company

(Psst, TAN – EUH sering buka kelas untuk urban farming, bisa dipantau di Instagram mereka ya soal infonya)

 

Sumber Penulisan:

 

Special thanks to Azriansyah Ithakari, founder dari TAN – EUH dan The Upycling Company yang walaupun sibuk sudah bersedia direpotin ditanya-tanya untuk bahan tulisan ini.