Akhirnya, cerita Road Trip Kemerdekaan ini sampe ke part 3 juga! Ini part terakhir jalan-jalan kali ini, dan kita singgah di : Jepara. Ngga, kita ga lanjut ke Karimun Jawa, soalnya takut ga bisa pulang. Katanya, transportasi dan/ke Karimun Jawa itu terbatas dan tergantung pada cuaca. Jadi kalau cuaca ga bersahabat, ya ga ada transportasi. Berhubung saya dan suami ini kaum pekerja yang cutinya terbatas, kita takut ga bisa pulang dan malah harus nambah cuti. Apalagi kemarin itu suami lagi hectic sih sebenernya kerjaannya. But anyway, holiday is a must, ya kan? Kalau mau tau sebelumnya kita kemana aja baca di :
Catching Sunrise in Borobudur [Road Trip Kemerdekaan Part 2]
Road Trip Kemerdekaan 2018 Part 1 : Bandung – Purwokerto
Jadi, sebenarnya akar dari liburan kita kali ini adalah karena lihat iklan hotel d’Season Premiere Jepara di….mungkin Agoda ya, karena kita sering book lewat sana, atau mungkin juga Traveloka. Pokoknya dari salah satu itu. Terus tertarik karena view dari hotel itu kayanya cakep banget, biru diatas biru. Dan kita kemaren lagi hoki banget, kita dapet kamar yang view-nya the best. Beneran bisa lihat birunya kolam renang, dan jauhan dikit keliatan birunya pantai dan birunya langit. Well I have always been a sucker for the color blue.
Baca juga : D’Season Premiere at Jepara | Hotel Review
Sebenarnya kita juga bingung sih, dua malam di Jepara ini mau ngapain aja. Karena kayanya ya ga ada apa-apa kan. Yang terkenal dari Jepara malah kerajinan kayunya. Dan kita ga berniat mau beli atau mau usaha kayu, jadi bingung juga. Dan disana itu beneran kiri-kanan dipenuhi dengan toko kerajinan kayu dan toko interior. Produknya juga bagus-bagus loh. Kalau yang rumahnya dekat mungkin bisa tuh dimampirin buat beli furniture.
Kita sampe di d’Season Premiere Jepara jam 5 sore, setelah menghabiskan waktu 6 jam dari Borobudur. Dan lagi-lagi kita terjebak pawai kemerdekaan. Agak salah juga ya liburan road trip pas Agustus tuh. Banyak pawai merayakan kemerdekaan di jalanan. Berhubung udah sore dan hotelnya juga agak jauh dari mana-mana, akhirnya kita memutuskan untuk leyeh-leyeh aja dan lihat-lihat hotel untuk malam itu.
Dan malamnya kita memutuskan buat makan malam di hotelnya juga. Kita pesen pizza, yang literally disajikan sama loyang-loyangnya dong!
Abis itu kita ke kamar, beres-beres, leyeh-leyeh dan bobok.
Museum Ibu Kartini dan Makan Lekker
Besoknya, habis sarapan kuenyang (saya sih, soalnya sukaa banget sama sarapan hotel), kami memutuskan untuk mengunjungi museum RA Kartini. Siapa yang ga tau Ibu Kartini itu siapa? Sini saya toyor, dulu sekolah ngapain aja woy. Tapi serius saya baru keingetan kemarin pas sampai di Jepara itu kalau beliau itu orang Jepara. Born and raised.
Tampak depan Museum RA Kartini
Untuk museumnya, masuknya kena biaya Rp 4.000,00 untuk dewasa di hari Sabtu/Minggu/hari libur. Untuk anak-anak kena biaya Rp 3.000,00. Kalau hari biasa lebih murah Rp 1.000,00.
Museumnya sendiri sudah dipugar jadi terlihat cantik dan modern dengan banyak aksen kayu.
Di dalamnya, kita bisa melihat berbagai peninggalan R.A Kartini, cerita hidupnya, lukisan potret dan kutipan-kutipan menginspirasi dari beliau.
Raden Adjeng Kartini lahir tanggal 21 April 1879 di Jepara, anak kelima dari sebelas bersaudara. Beliau lahir di keluarga aristokrat dan menghadiri sekolah berbahasa Belanda. Keinginan beliau untuk menjunjung edukasi yang lebih tinggi pada saat itu tidak diperbolehkan dan tidak tersedia untuk para gadis pada jaman itu. Setelah itu di rumah ia ia mulai belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-teman di Belanda, yang nantinya akan dikompilasi dan diterbitkan dengan judul ‘Habis Gelap Terbitlah Terang’. Sepanjang hidupnya beliau terus memperjuangkan hak para wanita untuk bisa mendapat tingkat edukasi yang sama dengan kaum pria. Beliau adalah pahlawan emansipasi wanita di Indonesia.
Selain penuh dengan cerita, foto-foto, dan peninggalan dari RA Kartini, di museum ini juga terdapat barang-barang khas kota Jepara.
Uniknya, ada tengkorak ikan besar sepanjang 16 meter yang dipajang. Namanya ikan “Joko Tuo”. Sejarahnya, ikan ini ditemukan pada tahun 1989 di Pulau Karimunjawa dalam keadaan mati. Menurut para pakar, ikan ini sebangsa dengan ikan paus gajah.
Usai melihat-lihat, kita berjalan ke lapangan parkir di depan museumnya untuk…..makan kue lekker! ‘Lekker’ merupakan Bahasa Belanda yang artinya enak. Kue ini adonannya dibuat dari tepung terigu, telur, susu, gula, dan air yang kemudian dimasak dengan tipis-tipis sambil panggangannya diputar supaya garing. Agak mirip crepes. Lalu atasnya akan diberi topping, dan disajikan dengan ditekuk dua. Umumnya lekker ini toppingnya manis, coklat atau keju. Tapi yang di Jepara ini, disajikan juga kue lekker telor! Katanya jarang sekali ada dimana pun.
Kita pesan lekker coklat keju, dan teman seperjalanan kami pesan yang telur biasa.
Kue lekkernya enak geng, haha. Mana jarang nemu kan di Bandung. Tapi sayangnya kita terlalu kenyang untuk coba yang telur (yang pesan teman kami), tapi menurut mereka enak juga loh yang telurnya! Usai dari makan kue lekker kita terus ke hotel siap-siap mau ke Pulau Panjang.
Pulau Panjang Jepara
Sekitar jam 3 sore kita lanjut ke Pantai Tirto Samudro karena berdasarkan riset, kalau mau ke Pulau Panjang bisa naik perahu lewat dermaga disini.
Pantai-pantai di Jepara ini sepi dan bersih loh! Dan ombaknya seliwir-seliwir doang, adem gitu.
Kita jalan ke dermaga yang ada di ujung foto Pantai Tirto Samudro di atas itu untuk nanya harga naik kapalnya. Jadi ternyata kapal disana itu yang besar gitu, kapasitas 20 orang. Kalau dulu di Pangandaran kita naik kapalnya kecil kan, paling muat 8 orang.
Baca juga : Liburan Santai ke Pantai Pangandaran
Karena kita cuma berempat, harusnya kita tetap bayar minimum jumlah orang yaitu 20 dikali harga per orang, yaitu Rp 20.000,00. Jadi total Rp 400.000,00. Untuk berempat doang, itu mahal banget ya ga sih huhuhu. Setelah tawar-menawar sedikit, akhirnya kita dibolehkan naik dengan harga Rp 250.000,00. Itu disananya nanti ditunggu sampai kita selesai dan mau pulang balik ke Jepara. Jadi gausah khawatir ga bisa balik.
Waktu kita naik itu sudah sore dan anginnya lagi kenceng banget. Jadi naik perahu nya kerasa banget arus ombaknya. Ini naik perahu paling seru arusnya yang pernah saya naiki. Kita sebelum naik juga sempet ragu-ragu ini angin kenceng banget begini apa ga bahaya gitu ya. Tapi kata yang menunggu di dermaganya ini masih aman.
Sampai di sana, sehabis dari dermaganya kita langsung lihat satu tempat penyewaan life vest, alat snorkeling dan pelampung, juga ada toilet umum ga jauh dari sana. Waktu kita kesana sih lagi habis ada yang camping juga, dan ternyata memang ada penyewaannya.
Di Pulau Panjang ini pantainya bersih juga, dan pasirnya juga putih. Ada banyak kerang-kerang dan ada juga kumang. Anehnya, saya dulu ingat menyebutnya dengan ‘congcong balicong’, yang mana suami dan teman-teman lainnya ga pernah dengar dong! Saya kira mungkin gara-gara saya orang Bogor, tapi suami juga orang Bogor ga tau sebutan itu. Mungkin cuma yang sekolah di Recis aja yang nyebutnya begitu? Dulu soalnya suka dijual di depan sekolah gitu.
Anehnya, di pulau ini banyak kucing juga loh. Padahal pulaunya kecil banget. Mungkin ada yang iseng kali ya bawa kucing kesana. Atau kucingnya ikut naik ke kapan dan ga ketauan gitu? Selain itu, di Pulau Panjang ini juga ada warung-warung buat yang mau jajan atau makan indomie.
Kita terus jalan menyusuri jalanan yang ada. Setelah agak ke dalam ternyata kiri kanannya banyak pohon yang daunnya jarang dan cantik buat jadi latar foto.
Habis itu, setelah menyusuri jalan ini agak jauh, ada satu papan yang tulisannya ‘Jembatan Cinta’, yang mana saya masih tetep penasaran bakalan kaya apa jembatannya. Padahal beberapa kali ke tempat wisata gitu banyak banget jembatan yang ‘jembatan cinta, haha
Jadi kita memutuskan buat ikutin panahnya dan belok. Setelah sampai kita bingung sendiri, ini tuh jembatan atau tadinya dermaga sih? Soalnya dia menuju ke laut gitu, kan bukan terlalu jembatan ya fungsinya. But anyway ini juga cantik buat difoto. Apalagi pas kemarin itu jamnya lagi pas banget mataharinya lagi mau mulai turun sembunyi atau lebih kerennya disebut sunset.
Habis puas foto-foto di jembatan/dermaga cinta, kita langsung menuju dermaga yang beneran dan naik perahu lagi balik ke Jepara. Di perjalanan di perahu anginnya masih kenceng banget dan arusnya masih sangat kerasa. Tapi pemandangannya bagus banget soalnya mataharinya beneran udah mau terbenam.
Mataharinya udah mau tenggelam banget, guys. Padahal kita cita-cita banget pengen liat sunset di Yam Yam Resto. Dan waktu itu masih di perahu huhu. Kita udah skeptis ga keburu.
Jadi waktu siangnya itu kita malah rencananya mau ke Yam Yam Resto, udah sampe malah. Tapi pas kita Google keluar banyak foto-fotonya pas lagi sunset dan cantik-cantik banget. Jadi kita puter balik dan memutuskan buat makan disananya malem ajalah. Jadi ini waktu kita sampe parkiran dan mataharinya udah sependek itu udah deg-degan banget. Kalau ga kekejar mah sedih, soalnya udah cita-cita banget. Terus kekejar ga? Baca sendiri ya kalau udah di post ceritanya hahahahaha. Tapi ya, after sunset view-nya sih cakep banget loh!
Habis dari sana kita balik ke hotel dan tidur nyenyaaak, dan tidur sedih karena liburan telah usai huhuhu.
Overall, Jepara ini kota dan pantainya sepi sih dibanding pantai-pantai wisata lainnya. Tapi justru kalau lagi pengen unwind enak deh kesini, suasana pantai yang ga banyak orang gitu. Apalagi makan malemnya kita sempet sambil nontonin vanilla twilight kaya foto di atas, dan ga rame pula! Kalau kaya di Bali kan bagus sih ya tapi ramenya ga tahan.
I don’t think I would come back here soon. So, until next time, Jepara.
Adios!
1 thought on “Jepara : Kota Asal Ibu Kita Kartini [Road Trip Kemerdekaan 2018 Part 3]”
You must be logged in to post a comment.